Setiap nagari di minangkabau (Sumatra Barat) memiliki semua perangkat daerah lengkap. Seperti seperti sebuah republik mini, semuanya lengkap dari wilayah, aparat pemerintah, pertahanan, sampai
tempat ibadah, tempat kuburan, termasuk sasaran (tempat) latihan silek. sasaran silek, ini adalah suatu keharusan. Ibarat sebuah negara, tidak mungkin tidak memiliki angkatan perang.
Karena hampir semua nagari memiliki sasaran silek, sehingga variasi dari gerakan-gerakan silat tidak dapat dihindari sama sekali.
Variasi dari gerakan silek juga terjadi karena perkembangan waktu. Pancarian surang-surang (penemuan baru oleh guru baik disengaja atau tidak); Perbedaan minat; Hasil adu pandapek (hasil diskusi sesama pendekar); dan pengaruh dari beladiri lain
Meskipun demikian ada kesamaan konsep dari gerakan silat di Minangkabau. Beberapa konsep dari silek Minangkabau itu adalah Tagak jo Langkah (Berdiri dan Langkah). Ciri khas dari permainan silek adalah pola berdiri dan melangkah. Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana pesilat berdiri? Dia berdiri di jalan yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang yang suka mencari rusuh dan merusak tatanan alam, dan kehidupan bermasyarakat.
Di dalam mantera sering juga diungkapkan sebagai tegak alif, pitunggua adam, langkah muhammad. Di dalam permainan silat, posisi berdiri adalah pelajaran pertama diberikan, yang dinamakan sebagai bukak langkah (sikap pasang) seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak runciang(berdiri runcing atau berdiri serong) dengan posisinya selalu melindungi alat vital.
Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya mereka berjalan menentang arus sungai.
Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan, namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang terdiri dari gelek, balabek, simpai dan baliak.
Pola langkah yang dipergunakan pesilat minang antara lain :
1. langkah tigo (langkah tiga, pola langkah yang membentuk segitiga).
2. Langkah ampek (langkah empat, pola langkah yang membentuk segi empat).
3. Langkah sambilan (langkah sembilan), yang biasanya untuk mancak (pencak)
Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik.
Garak artinya insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, contoh seorang pesilat bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya.
Garik adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari serangan yang datang. Jika kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ia menjadi kurang pas, karena di dalam bahasa Indonesia, gerak itu adalah gerakan dan gerik adalah kata pelengkap dari gerakan itu. Sedangkan di dalam bahasa Minangkabau garak (gerak) itu adalah kemampuan mencium bahaya (insting), dan garik (gerik) adalah gerakan yang dihasilkan (tindakan).
Seorang pesilat sejatinya memiliki Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa). Raso (rasa) bisa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu, seperti seorang yang mahir membawakan kendaraaan, dia pasti tidak berpikir berapa centimeter harus memijak rem supaya berhenti dengan tepat tanpa goncangan, tapi dengan merasakan pijakan rem itu dia dapat berhenti dengan mulus.
Pareso (periksa) adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar. Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran, dalam upaya untuk memperoleh kemenangan. Misalkan, jika kita bertempur waktu sore, upayakan posisi jangan menghadap ke barat, karena akan silau oleh cahaya matahari.
Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao turun (rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.
Alam fikiran Orang Minangkabau memiliki konsep berpasangan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang memiliki isi kalimat berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak (mencari hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi (menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan tiok kabek bisa diungkai (tiap ikatan bisa dilepas).
Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya. Oleh sebab itu sepasang pemain silat yang mahir mampu bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja. Mereka baru berhenti kalau sudah letih atau capek.
Kini aliran silek di Minangkabau terus berkembang, seiring tumbuh berkembangnya sasaran silek.